SATU FREKUENSI
Peradaban
dibangun oleh orang-orang cerdas dan berpengetahuan luas. Untuk menjadi cerdas
dan berpengetahuan luas, orang membutuhkan sarana yang dapat mengantarkannya
pada sumber ilmu dan pengayaan (pengalaman). Salah satu produk peradaban yang
dijadikan rujukan sumber ilmu adalah buku. Buku berperan
penting dalam kehidupan. Tidak sekadar media hiburan, mengasah pikiran,
refleksi, dan mengisi waktu senggang, buku lebih jauh berperan untuk membekali
pembacanya keterampilan menghadapi permasalahan hidup. Itulah kenapa orang yang
gemar membaca buku berpikir terbuka, cerdas, dan berpengaruh di lingkungan
sekitarnya.
Sayangnya,
tidak semua orang dapat menjangkau/mengakses buku. Masih banyak warga
masyarakat yang lantaran kendala ekonomi tidak bisa membaca buku, atau memiliki
buku dengan harga murah. Maka diperlukan sebuah tempat di mana semua orang
dapat membaca buku dengan gratis dan mendapatkan buku murah jika ingin
memilikinya.
Keberadaan Taman Baca salah
satu solusinya. Taman Baca
diharapkan dapat memupus kendala masyarakat untuk mengakses buku. Selain itu,
lebih jauh Taman Baca dapat
menjadi wadah bagi penulis dan pembaca untuk berinteraksi dalam
kegiatan-kegiatan literasi.
Oleh karena itu saya ingin sekali mewujudkan hal tersebut. Saya senantiasa
berpikir, kalau menunggu orang lain yang bergerak, siapakah dan kapankah? Sampai kapan kita harus nunggu? Belum tentu
diberi usia panjang olehNya. Lalu, aku berniat karena Allah Ta’ala aku ingin
sekali memulai mendirikan perpustakaan di rumah. Dari langkah itu, ternyata
Sang Maha Segalanya, Allah Ta’ala dengan segala rencananya membukakan pintu
yang lain. maksudnya, ada banyak jalan, ada banayk teman yang ternyata punya
visi dan sama.
Saat di kampus saya berteu dengan kakak tingkat yang bernama Faqih Annisa. Dia
adalah seniorku yang luar biasa. Sungguh menginspirasi akan kegigihannya dalam
berkrya. Mbak Faqih, begitu saya memanggilnya, memliki keinginan yang sama. Dia
juga sangat antusias untuk mendirikan perpustakaan sampai akhirnya kita sepakat
akan memulai.
Nah, keesokan harinya saat saya pergi ke perpustakaan fakultas, saya
bertemu dengan petugas perpus. Petugas perpusnya adalah kakak tingkak saya juga
yang bernama Luqman Prasetyo. Ia juga teman satu organisasi. Saat saya
menanyakan kesibukannya, ternyata salah satunya ia juga ingin mendirikan
perpustakaan. Alhasil, saya mengajaknya berdiskusi lebih lanjut mengenai tujuan
kita ini dalam diskusi kecil di sore hari.