Kisah
ini terjadi saat Lady Cempluk bersama adik-adik remaja putri masjid usai
pengajian. Pengajian mingguan ini rutin dilaksanakan pada Sabtu malam setelah
sholat isya’. Cempluk sebagai orang yang dianggap pemahaman agamanya lebih baik
dari yang lain maka ia ditunjuk jadp pengisi materi di pengajian remaja. Para
remaja putri berdatangan, tidak hanya dari desa Cempluk saja, namun juga ada
yang berasal dari desa tetangga.
Acarapun
dimulai diawali dengan membaca Al-Quran lalu diisi materi dan lain-lain. Waktu
sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Cempluk pun berpamitan kepada adik-adik.
Cempluk takut pulang kemalaman. Takut ada begal seperti berita yang tersiar
akhir-akhir ini. Sementara adik-adik remaja sebagian masih ingin ngobrol ngalor-ngidul
bersama kawan-kawannya, maklumlah remaja.
Cempluk
pun nyetarter motornya. Jalanan desanya itu sungguh gelap. Tidak ada mercury.
Melewati kebun. Tiba-tiba makprempeng.
Di suatu tikungan tak jauh dari tempat pengajian tadi, ada dua orang yang duduk
kongkow-kongkow. Pakaiannya hitam dengan kopyah hitam sambil klepas-klepus
menghisap rokok.Ada motor pula di dekat mereka. Dasar Cempluk yang sudah takut
duluan dan pikirannya aneh-aneh. Ia tak mengenali siapa mereka. Mereka bukan
tetangganya. Dia reflek berteriak “Tulung, ono begal! Tulung ono begal!”
Kontan
adik-adik remaja tadi menghampiri Cempluk, “Ono opo Mbak?” Cempluk
langsung nuding sing diaraki begal mau. Gendhu Nicole, remaja dari desa
sebelah langsung cekikikan. “Ealah Mbak, genah kae Bapakku.” Remaja
lainnya juga ada yang bilang, “Iyo Mbak, kae karo Bapakku barang ameh methuk
awakedewe ya Nic.”
Seketika
itu juga Cempluk mati kutu, isin banget. Jebule bapake muride dewe.