Fasilitas Minim di Kampus Mewah
Sering terdengar dalam
pembicaraan kita bahwa Kampus IAIN Surakarta merupakan kampus mewah alias mepet sawah. Tidak dipungkiri hal tersebut karena letaknya yang
dikelilingi oleh sawah penduduk sekitar. Namun, mewah di sini diartikan pula
bahwa Kampus IAIN memiliki gedung yang megah. Gedung-gedung bertingkat menjulang
tinggi sedang didirikan saat ini. Berbagai gedung antarfakultas berderet-deret,
berdesak-desakan. Lokasi parkir pun terhimpit diantara banyak gedung yang ada. Halaman
kampus disulap menjadi area parkir.
Seiring berjalannya
pembangunan gedung, soal tenaga pendidik pun harus segera diurus. Banyak mahasiswa
berdatangan namun kekurangan tenaga pendidik itu juga menjadi masalah besar. Selain
itu, kampus harus segera melengkapi fasilitas yang dibutuhkan dalam setiap
pembelajaran. Tak jarang, mahasiswa berebut LCD ketika akan melaksanakan
perkuliahan. Akhirnya, siapa cepat dia dapat. Slogan itulah yang selalu
dipegang. Pastinya mahasiswa yang mendapat jam perkuliahan awallah bisa
meminjam LCD. Padahal, semua mahasiswa berhak untuk itu. Karena fasilitas yang
belum memadai bisa menghambat pula jalannya perkuliahan.
Merambah ke fasilitas lain
yang saat ini meresahkan para mahasiswa karena minim jumlahnya atau bahkan
tidak ada sama sekali serta ada beberapa yang rusak namun tidak segera diganti.
Kampus hijau yang didamba-dambakan selama ini berubah menjadi kampus yang penuh
warna. Warna pergulatan para mahasiswa dalam menanggapinya, seperti sikap
mahasiswa merespon hal ini.
“Menurut saya sudah baiklah, ada perkembangan. Cuma mungkin buat
kelas yang belum ada
AC/kipas angin dan proyektor agar segera dikasih” ujar Mukhlis Mubarok, mahasiswa
jurusan PAI.
Selain fasilitas di kelas,
soal kamar mandi pun menjadi masalah yang saat ini belum dituntaskan. Seperti kamar
mandi yang tidak ada kuncinya. Bahkan pintu kamar mandi gedung A lantai 1
sebelah perpus jurusan begitu memprihatinkan. Bawah pintu sudah keropos, hampir
seperempat pintu berlubang. Sungguh ironis sampai saat ini belum ada perbaikan.
Tidak jauh beda komentar
dari salah satu mahasiswa PBI, M. Nur Ikhsan berkenaan dengan hal ini. Ia lebih
menyoroti pada fasilitas ibadah. Ia menuturkan kesulitan dalam berwudhu ketika
berada di masjid Al-Imam Al bukhori yang notabene merupakan masjid satu-satunya
di IAIN Surakarta, “Saya melihat terkait perbaikan fasilitas ibadah di tempat
wudlu kurang maksimal, sekarang justru air malah sulit mengalir akibat
kurangnya perencanaan.”
Perlu
diketahui bahwa fasilitas wudhu di masjid Al Imam Al Bukhori IAIN Surakarta
mengalami kerusakan dibagian pembuangan air, hal ini membuat tempat yang biasa
digunakan untuk berwudhu menjadi tergenang air, hal ini tentulah membuat resah
para mahasiswa mengingat sholat merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh orang muslim.
Di samping itu, mahasiswa
angkatan 2012 ini juga
menyoroti terkait dengan lahan parkir yang kian lama
kian habis dimakan oleh gedung-gedung baru yang mulai tumbuh diarea kampus. Tentu
ini juga masalah yang tidak dapat dianggap remeh apalagi dipandang sebelah
mata, karena lahan parker merupakan kebutuhan dan hak Mahasiswa selain
memperoleh pengajaran di sebuah universitas. “Terkait dengan permasalahan
parkiran yang memenuhi gedung yang sangat mengganggu mahasiswa dalam berjalan dan
harus berdesak-desakan dalam memarkir motornya.” Harus diketahui
bersama saat ini IAIN Surakarta sedang gencar-gencarnya dalam membangun
fasilitas terutama Gedung baru guna beraviliasi menjadi UIN Surakarta. Tentu hal
ini mengakibatkan lahan parkir berkurang
dikarenakan lahan yang dahulunya berfungsi menjadi lahan parkir Mahasiswa saat ini telah berubah menjadi
Gedung-gedung bertingkat.
Fasilitas Kampus yang
terletak di Jalan Pandawa ini masih memerlukan perhatian yang serius. Perlengkapan
di dalam maupun di luar perkuliahan menjadi sarana yang mendukung kegiatan
mahasiswa. Namun, di samping sarana prasaraa kampus, ada hal yang sangat
menonjol dari perbincangan reporter dengan salah satu mahasiswa yang ditemui. Tanpa
menyebut nama, mahasiswa itu mewakili dari beberapa ungkapan teman lainnya
seperti yang dikatakan saat diespos “orang-orang
akademik pada sakit gigi. Pada nggak mau senyum.”
Dari tanggapan itu, seperti
mengindikasikan bahwa pihak yang bersangkutan terlihat judes dan sinis. Tentunya
hal itu bukan bermaksud mengolok-olok atau mencela. Itu sebatas keluhan
mahasiswa agar pihak terkait pun merubah hal yang kurang baik menjadi lebih
baik. Pelayanan kepada orang yang membutuhkan harus dijalani sepenuh hati. Hal
itu lah yang sangat diharapkan semua orang, kritikan bukan berarti menjatuhkan namun
bisa menyadarkan atau membangunkan. Sebuah senyuman merupak awal dari aura
positif yang terpancarkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Bukankah senyum
itu shodaqoh?