Ikatlah Ilmu dengan Tulisan
Smile
yang terekspresikan betapa manisnya perjuangan hidupnya. Lika-liku hidupnya
yang menurut sebagian orang pahit, namun buat gadis yang satu ini berprinsip
bahwa ia harus melewatinya. Karna sesuatu yang manis itu pasti berawal dari
yang pahit.
Alifah Barizah, adalah nama pena
dari Sholikah. Seorang gadis yang lahir dari Boyolali, Jawa Tengah, 28
September 1993. Ia anak ke 3 dari 4 bersaudara. Dari ke 4 putri Bp. Mulyono dan
Ibu Prihatin, Hanya dia lah yang hobi menulis. Kemampuan menulisnya belum
terlihat ketika masih SD. Namun, dari SD ia senang membaca buku cerita. Baru
setelah menjajaki dunia SMP, ia mengenal sosok guru bahasa Jawa bernama Pak
Dio, seorang inspirator pertama dalam dunia tulis-menulis. Beliau guru di SMPN
1 Banyudono, beliaulah lah yang membimbing dan mengajarinya cara mengirimkan ke
media massa. Walaupun notabene, Pak Dio adalah guru bahasa Jawa, tulisan beliau
kerap kali dimuat terutama di majalah bahasa jawa, seperti penyebar semangat.
Berawal dari motivasi-motivasi beliaulah, perjalanan panjang ini dimulai.
Alifah, terus mengirimkan karya berupa
puisi, cerpen, dongeng ke Solopos
dengan bantuan Pak Dio pastinya. Muat tak kemuat, itu tak masalah, meskipun
miris juga harus merogoh uang saku Alifah buat ngetik dan ngeprint. Terkadang
juga minta orang tua, namun ia berjanji, ia akan berusaha membahagiakan orang
tuanya, lewat karya-karyanya kelak. Baginya
yang masih duduk di bangku SMP, menulis adalah hobinya. Dengan menulis, ia bisa
menuangkan uneg-unegnya serta bisa membahagiakan orangtuanya ketika
karyanya lolos. Selain itu dapat pula menambah uang saku ketika dimuat. Namun lambat
laun, ia lebih paham akan esensinya.
Saat tiba masa terindah buat Alifah,
ketika puisi pertama kalinya dengan judul Pecundang Sejati dimuat di Solopos.
Ia sangat senang meskipun honornya saat itu sekitar Rp 20.000,00 namun itu tak masalah.
Yang penting, karyanya kemuat dengan judul Pecundang Sejati.
Karir kepenulisan berlanjut ketika
di sekolah atas. Ia melanjutkan di MAN 2 Solo. Di situlah ia dipertemukan
dengan 2 orang bagai malaikat. Pertama, adalah Bu Sita Kurniasari, guru
biologi. Beliau membimbingku untuk mengikuti berbagai lomba karya tulis.
Alhamdulillah, saya bersama teman, mampu menyabet 2 kejuaraan. Juara 1 LKTI Dies Natalis Akbidmus
2009 dengan tema tentang kesehatan organ reproduksi wanita. Kemudian, juara 2 tingkat
SMA se surakarta dalam rangka Hari Kesehatan Nasional ke 45 th 2009 dengan tema
bahaya rokok dan narkoba. Serta 2 sertifikat lainnya, sebagai peserta LKTI
tingkat SLTA se suarkarta dalam rangka 60 th SMA N 1 Surakarta. Dan debagai
finalis LKTI antar SMA/SMK dengan tema food supplement: trend atau kebutuhan??
Di Akademi Farmasi Nasional. Pernah juga melancong ke kota Jogja tepatnya di
UIN, dia dan temannya mendapat peringkat 7 dari 10 finalis dengan yoghurt yang
berasal dari fermentasi susu biji waluh.
Tak ubah hal nya dengan hobinya,
mengikuti lomba karya sastra fiksi
berupa puisi, ia menyabet juara 2 lomba puisi Islami dalam SKI In Action FMIPA
UNS, 16-21 Nov 2009. Serta juara 2 lomba cerpen di UNS juga dari BEM FKIP UNS.
Kemudian, ia juga tak berhenti
mengirimkan karya ke media massa. Alhamdulillah, 2 puisinya lolos masuk di
Solopos dengan judul Alam dan Cobaan. Alifah sangat bersyukur dan bahagia meski
dengan honor Rp. 25.000,00.
Hal itu telah membuatnya
semangat untuk nulis, nulis, dan nulis. Alhasil, Allah mengirimkan seorang
bidadari dunia yang mulia hatinya. Nia kurnia lutfi Astuti, ialah nama beliau.
Seorang guru kajian di tempat Alifah dan teman-teman perempuan mengkaji ilmu
agama. Beliau mau menerima sharing dari anak-anak didiknya. Berawal dari Mbak
Nia lah, Alifah mengenal FORUM LINGKAR PENA ( FLP ) SOLORAYA.
Semenjak itulah, bergabung dengan
FLP Soloraya sangat membantunya dalam meningkatkan kualitas tulisannya. Ia
mempunyai banyak bekal dalam kepenulisan. Ia bertemu dengan orang2 hebat di
sana. Orang2 yang dapat menginpirasinya.
Berlanjut ke bangku kuliah IAIN
Surakarta, Alifah kembali mengikuti event LKTII bagi mahasiswa. Meski baru
bergelar finalis saja, tapi Alifah yakin, suau saat nanti ia lah yang
berpredikat sang juara. Selain itu, ia kembali menemukan seorang inspirator.
Sang dosen bahasa Indonesia, bernama Bp. Johan Wahyudi ini mengenalkan kepada
semua mahasiswa untuk mencoba berlatih mengirimkan karya ke media massa.
Alhamdulillah, 3 karya fiksi Alifah berupa cerita lucu dalm rubrik AH TENANE
Solopos tembus. Dengan judul Tutupen Lawange, Wedi Mokmen, Wedi Culik. Dengan
honor masing-masing Rp. 75.000.
Saat ini, ia sedang menggeluti
kepenulisan cerita anak. Ya bertatih-tatih dalam melangkah merupakan awal dari
lincahnya perjalanan ini. Baru sedikit, ia mencoba menulis cerita anak. Alifah
pun merasa ia berbakat dalam
dunia tulis menulis cerita anak. Selain menjadi seorang guru dalam cita-cita
nya, ia juga yakin pasti ia akan menjadi seorang Author or writer. Kini salah satu novelnya sudah diterima penerbit yang
berjudul “Sang Peneliti Kecil”.
Berkecimpung di FLP jugalah, Allah mengirimkan seorang
inspirator yang sungguh luar biasa. Bersahaja. Beliau bergerak di balik media,
jauh dari sorotan publik, namun sebenarnya melejit. Beliau mempunyai wawasan
yang luas. Meski boleh dibilang tua, namun semangatnya masih muda. Berbagai
event tentang kepenulisan, kerap beliau ikuti. Tiada sangka, karya-karyanya
tersebar di mana-mana seperti dalam bentuk buku, novel, atau cerita-cerita
anak, dongeng, komik, dan lain sebagainya. Subhanallah, luar biasa, tampilannya
yang sangat biasa sungguh menipu banyak publik bahwa beliau adalah pemimpin
redaksi, editor, kartunis, cerpenis, dll. Beliau bernama Bp. Winarno.
Saat
ini, Alifah terus berlatih, belajar, mencoba, berusaha menulis dan mengirimkan
karya. Kini, ia lebih paham akan esensi sebuah karya. Karya yang bisa
menginspirasi orang lain. Karya yang kelak menjadi jejak peradabannya. Lewat tulisan
pun dakwah dapat pula dimulai. Ketika orang
yang membaca tulisan kita berubah menjadi lebih baik dan dapat mengambil
manfaat dari tulisan kita, itulah kebahagiaan tersendiri. Semoga Allah
memudahkan langkah para penulis untuk senantiasa istiqomah berdakwah lewat
goresan pena ini. Karena dengan mengikat ilmu dalam bingkai tulisan itu akan
sangat bermakna.
Orangtua Alifah selalu mewanti-wanti
dalam bahasa Jawa, “rapopo, berjuang sek!” hal itu bagai tamparan buat
Alifah. Maksudnya tamparan yang sangat memotivasi baginya, karena hidup banyak
ujian dan tantangan, harus ditempuh dengan perjuangan. Butuh pengorbanan. So,
bersungguh-sungguhlah tuk menuai sebuah
keberhasilan.***motto*** J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar